UMIKA Media – Fenomena familicide & bunuh diri menjadi perhatian serius karena semakin banyak terjadi di tengah masyarakat. Kasus ini biasanya terjadi ketika seseorang merasa terjebak dalam pusaran masalah yang berat, kompleks, dan seolah tidak punya jalan keluar.
Penelitian oleh American Psychological Association menunjukkan bahwa kecenderungan bunuh diri seringkali terjadi karena akumulasi masalah pribadi, keuangan, atau hubungan keluarga yang tidak terselesaikan, bukan karena satu masalah tunggal.[1]
Dalam banyak kasus, pelaku tidak melihat ada harapan lagi. Di sinilah pentingnya pendekatan manajemen konflik, yang mengajarkan bahwa setiap konflik harus diurai dan dihadapi secara bertahap, bukan sekaligus.
Kenali Emosi Sebelum Terlambat
Sebelum tindakan familicide & bunuh diri dilakukan, biasanya ada tanda-tanda awal yang muncul. Gejala seperti kemarahan tidak terkendali, menarik diri dari lingkungan, serta perasaan putus asa adalah sinyal penting yang perlu diwaspadai.[2]
Dalam pendekatan manajemen konflik, pengelolaan emosi adalah bagian penting. Jika emosi negatif dibiarkan mengendap terlalu lama tanpa ventilasi yang sehat, bisa meledak dalam bentuk perilaku ekstrem. Salah satu strategi yang direkomendasikan adalah mengekspresikan perasaan melalui dialog atau konsultasi, agar tidak menumpuk dan membebani pikiran.
Selesaikan Masalah Satu Per Satu dengan Teknik Manajemen Konflik
Alih-alih menumpuk semua masalah dalam satu waktu, teknik penyelesaian konflik mengajarkan kita untuk menyelesaikannya satu per satu. Ini menjadi kunci utama untuk mencegah familicide & bunuh diri.
Menurut Fisher & Ury dalam bukunya Getting to Yes, konflik yang diselesaikan dengan cara bertahap memungkinkan seseorang membuat keputusan lebih rasional, tidak reaktif, dan tetap mempertimbangkan berbagai pilihan solusi.[3]
Contohnya, seseorang bisa memulai dengan menyusun daftar masalah dari yang paling mudah ditangani hingga yang paling berat. Setelah itu, gunakan pendekatan dialog dan mediasi—bukan konfrontasi atau isolasi diri.
Selain itu, gunakan prinsip SMART Goals (Specific, Measurable, Achievable, Relevant, Time-bound) dalam memecahkan masalah. Metode ini sangat efektif untuk membagi tekanan menjadi langkah-langkah yang lebih mudah dikendalikan.[4]
Berkonsultasi dengan Ahli Bukan Tanda Lemah
Langkah penting lainnya untuk menghindari familicide & bunuh diri adalah dengan berkonsultasi pada ahli. Sayangnya, banyak orang merasa malu atau gengsi untuk mencari pertolongan, padahal bantuan dari luar justru bisa menjadi titik terang.
Penelitian WHO (2023) menunjukkan bahwa lebih dari 700.000 orang di dunia meninggal karena bunuh diri setiap tahun, dan sebagian besar tidak pernah berkonsultasi dengan ahli kesehatan mental sebelumnya.[5]
Konsultasi dengan psikolog, ustaz pembimbing, atau konsultan keluarga dapat membuka ruang penyelesaian yang lebih rasional dan spiritual. Bahkan, pendekatan agama sangat membantu dalam memperkuat harapan. Sebagaimana firman Allah:
“Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan salat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk.” (QS. Al-Baqarah: 45)
Jangan Takut Meminta Tolong, Hidup Selalu Bisa Diperbaiki
Meski Anda merasa hidup berada di titik nol, jalan keluar selalu ada. Solusi akan muncul jika masalah dihadapi satu per satu dan tidak ditimbun. Tidak ada manusia yang bebas dari ujian. Namun setiap manusia diberikan akal, hati, dan lingkungan untuk menjadi alat bantu menyelesaikan masalah tersebut.
Menurut Alwi (2016) dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “masalah” berarti sesuatu yang harus dipecahkan atau diselesaikan. Maka jangan biarkan masalah menjadi monster yang menghancurkan, ubahlah menjadi ladang pelajaran dan keberanian.
Kunci utamanya adalah keberanian untuk bergerak dan mencari pertolongan.
Statistik yang Menguatkan: Konsultasi Menurunkan Risiko Bunuh Diri
Data dari American Psychological Association (2022) menunjukkan bahwa seseorang yang mengikuti sesi terapi selama 6 minggu mengalami penurunan risiko tindakan bunuh diri hingga 40%. Statistik ini memperkuat fakta bahwa pendekatan profesional mampu mencegah tragedi besar terjadi.
Lebih lanjut, WHO juga menekankan bahwa intervensi dini dalam bentuk edukasi mental dan layanan konsultasi publik bisa mengurangi insiden familicide & bunuh diri secara signifikan.
Kesimpulan: Hidup Tak Akan Rumit Jika Dihadapi Dengan Strategi
Familicide & bunuh diri adalah bentuk putus asa yang bisa dicegah jika seseorang mau menghadapi masalah secara bertahap dan terbuka. Strategi manajemen konflik mengajarkan bahwa masalah bisa diselesaikan satu per satu.
Berkonsultasilah pada ahlinya, jangan memendam semua masalah sendiri. Hidup tak akan pernah benar-benar bebas masalah, tapi Anda bisa selalu belajar menyelesaikannya dengan bijak dan bermartabat.
mau konsultasi dengan ustad Khaerul Mu’min di sini
Catatan Kaki :
[1] American Psychological Association. (2022). Counseling Interventions to Reduce Suicide Risks. Washington DC: APA Press
[2] Rahardjo, 2019, Manajemen Konflik Keluarga, Jakarta, Prenadamedia Group, hlm. 42–43
[3] Fisher, R., & Ury, W. (1991). Getting to Yes. New York: Penguin Books.
[4] Goleman, 2003, Emotional Intelligence, Jakarta, Gramedia, hlm. 119
[5] Suicide Worldwide in 2023, Geneva, WHO Press
