UMIKA Media – Menjaga lisan agar tidak menyakiti adalah amanah besar yang dibebankan kepada setiap Muslim. Lisan bukan sekadar organ berbicara, tetapi cerminan hati. Ucapan yang baik menunjukkan kebersihan hati, sedangkan kata-kata kasar menandakan hati yang sedang keruh.
Rasulullah ﷺ menegaskan:
“Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadis ini bukan sekadar nasihat, melainkan aturan yang harus diterapkan setiap hari. Satu kata yang melukai hati orang lain bisa menjadi sebab retaknya hubungan yang sudah terjalin lama.
Dalil Al-Qur’an Tentang Menjaga Lisan Agar Tidak Menyakiti
Al-Qur’an berkali-kali menegaskan bahwa setiap ucapan harus diperhatikan sebelum diucapkan. Allah berfirman:
“Tidak ada suatu kata yang diucapkannya melainkan ada di sisinya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaf: 18)
Selain itu, Allah juga melarang perkataan yang kasar atau memicu perpecahan:
“Katakanlah kepada hamba-hamba-Ku: Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik. Sesungguhnya setan menimbulkan perselisihan di antara mereka.” (QS. Al-Isra: 53)
Ayat ini jelas menuntun kita untuk memilih kata terbaik, bahkan saat berhadapan dengan orang yang menyakiti kita.
Dampak Buruk Tidak Menjaga Lisan
Ketika seseorang tidak menjaga ucapannya, dampaknya sangat luas.
Pertama, hubungan sosial mudah rusak. Kata-kata yang menyinggung dapat memutus tali silaturahmi.[1] Kedua, pahala amal bisa hilang. Rasulullah ﷺ bersabda bahwa seseorang yang melukai orang lain dengan lisannya bisa kehilangan pahala puasanya dan amal lainnya.[2] Ketiga, dosa besar mengintai, karena menggunjing, memfitnah, atau memaki termasuk dosa besar yang Allah murkai.
Cara Menjaga Lisan Agar Tidak Menyakiti
Menjaga lisan bukan berarti tidak boleh bicara sama sekali, tetapi berbicara dengan penuh pertimbangan dan adab.
Berpikir Sebelum Berbicara
Sebelum berbicara, tanyakan tiga hal: Apakah ini benar? Apakah bermanfaat? Apakah tidak menyakiti? Bila salah satunya tidak terpenuhi, lebih baik diam.
Membiasakan Zikir dan Ucapan Baik
Mengisi lisan dengan doa dan zikir akan mengurangi peluang untuk berkata buruk. Mengucapkan subhanallah, alhamdulillah, atau la ilaha illallah bisa menjadi benteng dari perkataan yang sia-sia.[3]
Mengendalikan Emosi
Saat marah, kendalikan diri agar tidak mengucapkan kata-kata yang menyesakkan hati orang lain. Nabi ﷺ menganjurkan mengambil wudhu atau berpindah posisi ketika marah.
Menghindari Perdebatan Tidak Perlu
Perdebatan sering mengundang emosi dan ucapan yang tidak terkendali. Meninggalkannya meskipun benar adalah tanda kemuliaan akhlak.
Kisah Nyata Tentang Menjaga Lisan
Abdullah bin Amr bin Ash, seorang sahabat Nabi ﷺ, dikenal sangat hati-hati dalam berbicara. Ia pernah berkata, “Aku belajar dari Rasulullah ﷺ bahwa ucapan adalah amanah, dan setiap amanah akan dimintai pertanggungjawaban.” Karena itu, ia jarang berbicara kecuali untuk kebaikan. Kisah ini mengajarkan bahwa menjaga lisan adalah latihan sabar dan kesadaran diri.
Menjaga Lisan di Era Digital
Di zaman media sosial, menjaga lisan berarti juga menjaga tulisan. Setiap komentar, status, atau pesan yang kita tulis memiliki dampak yang sama dengan ucapan. Rasulullah ﷺ mengingatkan:
“Cukuplah seseorang dikatakan berdosa bila ia menceritakan semua yang ia dengar.” (HR. Muslim)
Itu sebabnya, sebelum membagikan informasi, kita wajib memastikan kebenarannya dan mempertimbangkan dampaknya.
Keutamaan Menjaga Lisan Agar Tidak Menyakiti
Menjaga lisan mendatangkan banyak manfaat. Di antaranya:
-
Mendapat ridha Allah
-
Menjadi tanda kesempurnaan iman
-
Menjaga kehormatan diri dan keluarga
-
Membuat hati lebih tenang
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sesungguhnya orang yang paling aku cintai dan paling dekat tempat duduknya denganku pada hari kiamat adalah yang paling baik akhlaknya.” (HR. Tirmidzi).
Menjaga lisan adalah bagian dari akhlak yang baik dan mulia.
Kesimpulan
Menjaga lisan agar tidak menyakiti bukan hanya soal etika, tetapi ibadah yang besar pahalanya. Setiap kata yang keluar akan dicatat dan dipertanggungjawabkan. Maka, hiasi lisan dengan kebaikan, doa, dan zikir. Dengan begitu, kita bukan hanya menjaga hubungan dengan manusia, tetapi juga memperkuat hubungan dengan Allah.
konsultasi di sini
Sumber Refrensi :
[1] Al-Ghazali, 2005, Ihya’ Ulumuddin, Kairo, Dar al-Hadits, hlm. 94
[2] Muslim, 2000, Shahih Muslim, Riyadh, Darus Salam, hlm. 85
[3] Shihab, 2002, Wawasan Al-Qur’an, Bandung, Mizan, hlm. 182
