Jangan Anggap Anak Harus Serba Bisa

Banyak orang tua hari ini tidak sadar telah meletakkan beban berat di pundak anak-anak mereka. Anak dituntut serba bisa, serba cepat, dan tidak boleh salah. Ketika anak gagal atau lambat belajar, kemarahan pun datang. Seakan lupa, orang tua pun pernah belajar dan sering salah. Inilah kesalahan umum yang sering terjadi: mengira anak harus sempurna sejak awal.

Padahal, dalam Islam, mendidik anak adalah proses berulang, bukan sekali jadi. Allah ﷻ berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…”
(QS. At-Tahrim: 6)

Ibnu Katsir menjelaskan bahwa maksud ayat ini adalah mendidik keluarga, terutama anak-anak, dengan ilmu dan adab secara terus-menerus, bukan sekali tegur lalu selesai.[1]

Rasulullah SAW Sabar Membimbing

Rasulullah ﷺ memberikan teladan luar biasa dalam mendidik. Beliau tidak marah ketika ada sahabat muda melakukan kesalahan. Dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim, diceritakan bahwa ada seorang Arab Badui kencing di masjid. Para sahabat ingin marah, tapi Nabi ﷺ bersabda:

“Biarkan dia, jangan dihentikan, lalu beliau memerintahkan agar air dituangkan ke atasnya.”
(HR. Bukhari no. 6128, Muslim no. 285)

Anak-anak kita tentu tidak lebih buruk dari Arab Badui itu, dan kita tentu bukan lebih mulia dari Rasulullah ﷺ. Lalu kenapa kita cepat marah jika anak belum bisa membaca, menulis, atau salah menjawab? Hadis ini menunjukkan bahwa membimbing butuh kesabaran dan pemahaman, bukan ledakan emosi.

Ulama Salaf Menekankan Pentingnya Proses

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menegaskan bahwa anak akan tumbuh sesuai pembinaan yang ia terima. Beliau berkata:
“Sesungguhnya mendidik anak membutuhkan kesabaran, pengulangan, dan pengajaran yang terus menerus.”.[2]

Jika ulama besar seperti Ibnul Qayyim menekankan pembimbingan terus-menerus, maka tidak benar jika orang tua hanya ingin hasil instan dari anak-anak mereka.

Orang Tua Juga Pernah Tidak Bisa

Ironisnya, banyak orang tua lupa bagaimana mereka dulu belajar membaca, menghafal, atau berhitung. Semua itu tidak terjadi dalam sehari. Al-Ghazali mengingatkan:

“Anak ibarat tanah kosong, apa yang ditanamkan padanya, itulah yang tumbuh.”[3]

Maka, jika anak salah, itu bukan alasan untuk dimarahi. Itu adalah momen emas untuk mengulang, menanamkan, dan membimbing.

Kesalahan Fatal: Marah Saat Anak Salah

Memarahi anak karena belum bisa atau melakukan kesalahan justru merusak semangat belajar mereka. Ibnu Jama’ah rahimahullah berkata:

“Janganlah guru atau orang tua memarahi anak pada kesalahan pertama, karena itu membuat mereka lari dari ilmu.”[4]

Kesalahan pertama adalah wajar, dan menjadi ladang amal bagi orang tua yang bersabar membimbing.

Penutup

Anak bukan robot, bukan pula malaikat. Ia manusia kecil yang sedang belajar. Jangan anggap anak harus serba bisa. Jangan hukum mereka dengan kemarahan hanya karena belum mampu. Didiklah seperti Rasulullah ﷺ mendidik sahabat. Bimbinglah seperti ulama salaf membimbing murid. Maka insya Allah, anak akan tumbuh dalam cinta, ilmu, dan adab.

 

Sumber Refrensi:

[1] Ibnu Katsir, 2000, Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, Riyadh: Dar Thayyibah, hlm. 249
[2] Ibnul Qayyim, 2003, Tuhfatul Maudud bi Ahkamil Maulud, Riyadh: Dar Ibnul Jauzi, hlm. 47
[3] Al-Ghazali, 2002, Ihya Ulumuddin, Beirut: Dar al-Fikr, hlm. 98
[4] Ibnu Jama’ah, 2005, Tadhkiratus Sami’ wal Mutakallim, Kairo: Dar al-Hadits, hlm. 64

More From Author

Krisis Ekonomi dan Rezeki Halal: Ujian atau Peluang? Ini Pandangan Islam

GAZA HANCUR LEBUR: Israel Telah Jatuhkan 100 Ribu Ton Bom, Lebih dari 62 Ribu Warga Palestina Menjadi Korban

Background Latar 1 Background Latar 2 Background Latar 3 Background Latar 4

Jadwal Sholat

Memuat jadwal...

Categories

Categories