Israel Dulu dan Sekarang: Antara Warisan Para Nabi dan Proyek Politik Zi0nis

UMIKA Media — Nama Israel sering terdengar dalam dua konteks yang sangat berbeda: satu berasal dari masa kenabian, dan satu lagi dari politik modern. Namun, apakah keduanya memiliki makna yang sama? Mengapa istilah “Israel” yang dulu identik dengan keturunan para nabi, kini dipakai oleh gerakan politik Zionis untuk mendeklarasikan negara pada tahun 1948?

Pertanyaan ini penting untuk dipahami, sebab perbedaan makna inilah yang sering dimanipulasi demi kepentingan ideologis dan politik global.

 

Israel Zaman Para Nabi: Sebuah Nama Penuh Makna Spiritual

Dalam sejarah wahyu, Israel bukanlah nama negara, melainkan nama lain dari Nabi Ya‘qub ‘alaihis-salām, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an:

 

 كُلُّ الطَّعَامِ كَانَ حِلًّا لِبَنِي إِسْرَائِيلَ إِلَّا مَا حَرَّمَ إِسْرَائِيلُ عَلَىٰ نَفْسِهِ

“Semua makanan adalah halal bagi Bani Israil kecuali yang diharamkan oleh Israil (Ya‘qub) atas dirinya sendiri.”

(QS. Āli ‘Imrān [3]: 93)

Keturunan Nabi Ya‘qub inilah yang dikenal sebagai Bani Israil, terdiri dari dua belas suku, di antaranya berasal dari anak-anak Ya‘qub seperti Yusuf, Bunyamin, dan Yahudza.

Kaum inilah yang menjadi umat bagi banyak nabi besar setelahnya — seperti Musa, Harun, Dawud, Sulaiman, Zakariya, Yahya, hingga Isa ‘alaihimussalām.

Mereka menerima perjanjian dengan Allah (al-‘ahd) untuk beriman dan menegakkan kebenaran. Namun, dalam banyak ayat Al-Qur’an, Allah juga menegur sebagian dari mereka yang melanggar perjanjian itu:

 

 وَلَقَدْ أَخَذَ اللَّهُ مِيثَاقَ بَنِي إِسْرَائِيلَ … فَبِمَا نَقْضِهِمْ مِيثَاقَهُمْ لَعَنَّاهُمْ

“Sungguh Allah telah mengambil perjanjian dari Bani Israil… tetapi karena mereka melanggar perjanjian itu, Kami kutuk mereka.”

(QS. Al-Mā’idah [5]: 12–13)

 

Dalam konteks ini, “Israel” adalah identitas spiritual dan genealogis — bukan wilayah, negara, atau ideologi.

Ia mewakili kaum penerima wahyu, bukan penjajah atau proyek politik.

 

Israel Modern: Proyek Politik Zionisme Eropa

Berbeda jauh dengan makna keagamaan, istilah Israel modern muncul dari gerakan politik sekuler bernama Zionisme pada akhir abad ke-19.

Gerakan ini digagas oleh Theodor Herzl, seorang Yahudi asal Austria, yang mengusung ide nasionalisme Yahudi melalui The First Zionist Congress di Basel, Swiss, tahun 1897.

Tujuan utamanya: mendirikan tanah air bagi orang Yahudi di Palestina — saat itu masih di bawah kekuasaan Kekaisaran Ottoman.

 

📜 1917: Awal Babak Baru — Deklarasi Balfour

 

Momentum besar datang ketika Pemerintah Inggris mengeluarkan Balfour Declaration pada 2 November 1917, yang menyatakan dukungan bagi “pendirian tanah air bagi orang Yahudi di Palestina.”

Deklarasi inilah yang membuka jalan bagi imigrasi besar-besaran Yahudi ke Tanah Palestina, dengan perlindungan politik kolonial Inggris setelah kekalahan Ottoman pada Perang Dunia I.

 

🇮🇱 1948: Lahirnya Negara Israel Modern

Pada 14 Mei 1948, para pemimpin Zionis mendeklarasikan berdirinya Negara Israel — hanya beberapa jam sebelum mandat Inggris berakhir.

Sejak hari itu, ratusan ribu rakyat Palestina diusir dari tanah mereka, dalam tragedi yang dikenal sebagai Al-Nakbah (malapetaka besar).

Konflik pun berlangsung hingga kini, meninggalkan luka kemanusiaan yang dalam.

 

Perbedaan Mendasar antara Bani Israil Zaman Nabi dan Israel Modern (Zionis)

Aspek Israel Zaman Nabi (Bani Israil) Israel Modern (Zionis)
Asal-usul Keturunan Nabi Ya‘qub (‘alaihis-salām) Gerakan politik sekuler Eropa abad ke-19
Landasan Wahyu dan perjanjian dengan Allah Nasionalisme dan kolonialisme
Tujuan Menegakkan agama dan keadilan Mendirikan negara Yahudi di Palestina
Hubungan dengan Palestina Tempat hidup para nabi dan umat beriman Penjajahan, pendudukan, dan pengusiran rakyat asli
Pandangan Islam Dihormati selama beriman dan taat Ditolak karena kezhaliman dan kejahatan kemanusiaan

 

Mengapa Zionis Menggunakan Nama “Israel”?

Penggunaan nama Israel oleh gerakan Zionis bukan tanpa alasan.

Mereka menyadari bahwa nama itu memiliki legitimasi sejarah dan religius, terutama di mata dunia Barat. Dengan menggunakannya, mereka berusaha:

 

  1. Mengklaim kesinambungan historis dengan Bani Israil zaman nabi.
  2. Mendapat simpati dunia Kristen Barat yang meyakini “tanah yang dijanjikan.”
  3. Menutupi karakter kolonial dan sekuler gerakan Zionis, agar tampak seperti pemenuhan nubuat suci.

Padahal, secara genetik, geografis, dan spiritual, tidak ada kesinambungan langsung antara Bani Israil kuno dan kaum Zionis modern.

 

Kesimpulan

“Israel” dalam Al-Qur’an dan sejarah kenabian adalah nama penuh kehormatan, melekat pada sosok Nabi Ya‘qub dan keturunannya yang beriman.

Namun, Israel modern yang lahir dari rahim Zionisme adalah proyek politik kolonial, bukan warisan spiritual para nabi.

Menyamakan keduanya sama saja dengan menghapus batas antara wahyu dan ideologi, antara iman dan penindasan.

 

Sumber Rujukan:

1. Al-Qur’an: QS. Āli ‘Imrān [3]: 93; QS. Al-Baqarah [2]: 83–86; QS. Al-Mā’idah [5]: 12–13.

2. Theodor Herzl, The Jewish State (1896).

3. Balfour Declaration (The National Archives, UK, 1917).

4. Benny Morris, 1948: A History of the First Arab-Israeli War (Yale University Press, 2008).

5. Ilan Pappé, The Ethnic Cleansing of Palestine (Oneworld Publications, 2006).

6. Karen Armstrong, Jerusalem: One City, Three Faiths (Ballantine Books, 1997).

More From Author

Fenomena Membela Israel di Indonesia: Kekeliruan Besar Akibat Ketidaktahuan Sejarah

Antara Adab dan Tauhid: Fenomena Santri Menunduk di Hadapan Guru

Background Latar 1 Background Latar 2 Background Latar 3 Background Latar 4

Jadwal Sholat

Memuat jadwal...

Categories

Categories